Nama
rupiah sering dikaitkan dengan rupee
mata uang India, namun menurut Adi Pratomo, salah satu sejarawan uang Indonesia, rupiah diambil
dari kata rupia dalam bahasa Mongolia. Rupia sendiri berarti
perak. Memang sama dengan arti rupee,
namun rupiah sendiri merupakan pelafalan asli Indonesia karena adanya penambahan huruf ’h’ di akhir kata rupia, sangat khas sebagai
pelafalan orang-orang Jawa.
Hal ini sedikit berbeda dengan banyak anggapan bahwa rupiah adalah salah satu
unit turunan dari mata uang India. Rupee India sebenarnya juga dapat dikatakan
sebagai turunan dari kata rupia itu sendiri, dengan begitu rupiah Indonesia
memiliki tingkatan yang sama bukan sebagai unit turunan dari mata uang India
tersebut.
Mata uang rupiah sendiri diperkenalkan pertama
kali pada zaman pemerintahan penjajahan Jepang, yaitu dengan nama resmi versi Jepangnya “ Rupiah Hindia Belanda”.
Kemudian setelah perang dunia berakhir, namanya berubah menjadi mata uang
“rupiah jawa” yang dibentuk oleh BI (Bank Indonesia) dimana waktu itu bernama
Javaans Bank. Perjuangan untuk menciptakan mata uang sendiri tidak berhenti di
situ.
Pada awal kemerdekaan, banyak mata uang yang
beredar di masyarakat. Hal ini menimbulkan kepanikan dan penurunan kepercayaan
terhadap mata uang resmi pemerintah. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini
terjadi adalah belum adanya sistem administrasi yang mantap dan kepastian hukum
pada waktu itu. Banyaknya uang yang beredar menimbulkan efek negatif berupa
penurunan nilai mata uang.
Salah
satu usaha yang dikeluarkan pemerintah untuk menetralisir keadaan adalah dengan
mengeluarkan kebijakan baru berupa perevisian mata uang sebelumnya menjadi ORI
(Oeang Repoeblik Indonesia) yang dikeluarkan pada 26 Oktober 1946. Kemudian
langkah yang diambil pemerintah selanjutnya adalah dengan membentuk bank-bank
swasta dengan tujuan untuk mengatur peredaran mata uang yang baru ORI. Dengan
kebijakan ini, keadaan kepanikan dan kepercayaan masyarakat dapat dikendalikan.
Seperti
yang kita ketahui bersama, pemerintah saat itu terus berusaha mencari kebijakan lebih kuat untuk menopang
perekonomian nasional. Sehingga ORI yang kurang dipercaya untuk dapat melakukan
hal tersebut direvisi kembali pada tahun 1949. Alasan utama penggantian ORI
adalah nilai tukarnya yang sangat rendah jika dibandingkan dengan mata uang
lain yang beredar saat itu, terlebih lagi jika dilihat dari segi jumlahnya,
peredaran ORI masih dapat dibilang terlalu sedikit (namun memilki nilai tukar
yang rendah).
Berlatar-belakang
tersebut, pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan untuk mengganti ORI
menjadi rupiah pada 2 November 1949. Kebijakan dalam mengeluarkan rupiah saat
itu, tidak serta-merta mengukukan mata uang ini sebagai mata uang tunggal di
dalam negeri. Salah satu mata uang yang masih beredar adalah mata uang yang
dikeluarkan oleh RIS. Bukti lain yang menunjukkan penggunaan rupiah banyak menemui
kendala waktu itu adalah dengan adanya fakta bahwa rupiah baru digunakan di
kepulauan Riau pada tahun 1964 dan di Papua (Irian Jaya Barat) pada tahun 1971.
Kemudian
permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahan sekarang adalah dengan turunnya
daya tukar nilai tukar rupiah. Kebijakan populer yang berkembang dewasa ini
adalah dengan mengeluarkan himbauan untuk memakai rupiah jika bertransaksi di
dalam negeri. Himbauan tersebut ditujukan terutama bagi badan perusahaan
pemerintah. Namun, keputusan tersebut hanya diterapkan dengan cara himbauan
sehingga tidak mengikat pihak-pihak yang terkait. Alhasil dampak positif yang
diharapkan dari kebijakan ini masih jauh panggangan dari api, jauh di bawah
ideal.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar